SERVICE POINT
Service point seharusnya menjadi “surga” bagi pelanggan. Namun surga tersebut bisa berubah jadi neraka manakala terjadi kegagalan pelayanan dan pelanggan komplain. Bagaimana strategi menjalankan service point yang baik ?
Konter service atau service point atau sering juga disebut walk in center merupakan titik kritis pertemuan antara pelanggan dan penyedia layanan. Berbeda dengan consumer goods, proses service delivery membutuhkan keterlibatan yang lebih dalam antara penyedia layanan dengan si pelanggan. Seperti halnya hubungan, keterlibatan keduanya ini bisa berakhir manis tetapi juga bisa berakhir dengan buruk.
Tentu saja, ujung dari proses pelayanan pelanggan ini akan mengerucut pada kepuasan pelanggan. Karena itu, sebelum mendesain dan menjalankan strategi pelayanan, penyedia layanan harus menggali sebanyak mungkin hal-hal yang menciptakan kepuasan pelanggan. Umumnya dalam survey kepuasan pelanggan, mereka akan mengumpulkan terlebih dahulu atribut-atribut pelayanan sebelum mengevaluasi apakah atribut tersebut telah menciptakan kepuasan. Atribut pelayanan ini bisa berupa hal-hal yang bersifat intangible seperti layout ruangan, megahnya gedung, kerapian seragam, kelengkapan brosur, dan lain-lain. Bisa juga berupa atribut yang bersifat intangible seperti kecepatan dalan pelayanan, senyum dan keramahan, pendekatan pribadi dan lain sebagainya.
Tidak mudah menangkap apa yang ada di benak pelanggan. Seorang pelanggan bisa marah tanpa sebab karena formulir setoran uang di bank habis atau sang teller lupa tersenyum.
MEMILIH ATRIBUT YANG PENTING
Masalahnya, ketika menggumpulkan begitu banyak atribut layanan, penyedia layanan akan menghadapi beberapa kendala. Antara lain bagaimana mengkategorikan ratusan atribut layanan ini, dan mengelola semuanya menjadi sebuah layang yang excellence di mata pelanggan.
Dalam framework ISSI (Indonesian Satisfaction Service Index), Center for Customer Satisfaction & Loyalty (CCSL) mengkategorikan atribut-atribut service quality dari sebuah service point ke dalam empat kategori yang disebut parameter, yaitu : accessibiliy, service process, people, complaint handling dan final result (outcome).
Cara pelanggan mengakses menjadi titik kritis pertama dalam pelayanan service point. Parameter ini bisa mencakup lokasi kantor layanan, tanda-tanda yang jelas (signage) sampai ketersediaan tempat parkir yang cukup dan memadai. Akses juga bisa mencakup jam atau waktu service point tersebut seperti akses 24 jam, buka sampai pukul tujuh malam, dan lain-lain.
Dengan perubahan perilaku dan semakin tingginya mobilitas pelanggan, kemampuan sebuah service point untuk diakses memang menjadi sebuah ujian. Jika gagal, kita akan kehilangan pelanggan potensial.
MEMBUAT PELANGGAN ENJOY
Parameter kedua adalah service process. Hal ini menyangkut aktivitas atau kegiatan yang berlangsung di dalam service point tersebut, kenyamanan dan kebersihan outlet, fasilitas yang dipergunakan, layout ruangan dan antrian merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pelayanan. Service process juga bukan sekadar sistem dan prosedur yang dijalankan di dalam service point, tetapi juga kemampuan dari fasilitas fisik yang ada untuk mendukung layanan yang lebih baik.
Kesigapan petugas dalam melayani pelanggan, penguasaan product knowledge, keakuratan pelayanan serta komunikasi merupakan sebagian atribut dari parameter “people”.
Di luar itu, strategi yang harus dibangun adalah bagaimana menciptakan “empowerment” bagi para frontliner. Hampir sebagian besar frontliners tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk mengambil keputusan di luar hal-hal yang sudah tercantum dalam standar layanan. Keramahan memang penting dalam pelayanan, namun keramahan tidak akan berarti jika frontliner tidak mampu menangani hal-hal khusus atau luar biasa yang berbeda dengan rutinitas biasa.
Empowerment biasanya juga dibutuhkan pada saat terjadinya keluhan. Kemampuan service point dalam menyelesaikan keluhan dan menciptakan service recovery menjadi faktor pendorong apakah pelanggan puas atau tidak.
PENTINGNYA BERSIKAP PRO-AKTIF
Peran service pada produk-produk intangible, seperti asuransi, sangatlah penting. Berikut ulasan bagaimana Allianz mengusung konsep service quality-nya.
Ada tiga faktor penting yang menjadi kunci sukses produk asuransi Allianz bisa diterima para nasabah.
Pertama, customer focus, yakni mengenali betul apa ekspektasi pelanggan.
Kedua, delivery, yaitu kemampuan untuk memberikan produk dan service dengan baik melalui kesatuan konsep “customer service behaviour”.
Dan ketiga, effective process, yang bertujuan agar layanan tidak berbelit-belit, cepat, dan perangkatnya terus diinovasi (misalnya lewat SMS).
Jens Reisch, Presiden Direktur Allianz Life Indonesia mengungkapkan, service bagi Allianz menjadi aspek paling penting, mengingat produk yang ditawarkan bersifat intangible. Di sini, mereka harus bisa menumbuhkan unsur trust (kepercayaan) secara terus-menerus. Jika ada klaim, harus dideliver dan harus selalu menciptakan moment of truth. Karena begitu pentingnya arti service ini bagi Allianz, mereka harus bisa memberikan layanan yang melebihi ekspektasi pelanggan.
Yang juga menjadi perhatian penting Allianz adalah masalah klaim. Pada produk asuransi jiwa dan kesehatan, hal ini sangat emosional. Ketika terjadi klaim, SDM mereka harus mengerti kondisi yang dihadapi klien, yang biasanya berada dalam keadaan sedia karena musibah kecelakaan atau meninggal dunia. Disinilah Allianz harus menjaga komitmen untuk membayar klaim-klaim tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar